Hikmah Ramadhan Menyebabkan Insan Yang Bertaqwa
Hikmah Ramadhan
Oleh: Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani
Perjalanan waktu terus berlangsung. Tanpa terasa sekian ramadhan telah dilewati. Ini pertanda bahwa masa sudah saling berdekatan sebagaimana yang di beritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Barangkali sebagian kita telah melalui ramadhan selama enam puluh tahun, ada pula yang lima puluh tahun, empat puluh tahun, tiga puluh tahun, dua puluh tahun, atau lebih maupun kurang. Namun apa hasil yang sudah kita raih untuk kebaikan agama dan akherat kita. Sudahkah tempaan bulan suci ramadhan bisa meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Atau masihkah tingkah laris kita sama dengan masa sebelumnya bahkan malah lebih parah. Kita memohon kepada Allah ampunan dan rahmat-Nya.
Wahai segenap kaum muslimin, marilah kita merenungi Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berikut ini, (yang artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang –orang yang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa (kepada Allah)”. (Al Baqarah: 183)
Apabila bertakwa kepada Allah menjadi tujuan yang utama dalam melakukan puasa ramadhan berarti pemenangnya ialah orang yang berhasil meningkatkan mutu ketakwaannya selepas bulan yang suci ini. Tentu sangat ironis, jikalau seorang yang berpuasa di bulan ramadhan justru lebih jauh dari Allah pada bulan-bulan yang berikutnya. Bahkan merupakan kesalahan yang besar bila seorang yang berpuasa mau menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat hanya dalam bulan suci ramadhan dan tak lebih dari itu. Semestinya, fenomena rasa antusias yang sedemikain tinggi untuk melakukan ibadah dan menjauhi kemaksiatan dalam bulan suci ramadhan bisa ditularkan pada perputaran waktu yang selanjutnya.
Wahai segenap kaum muslimin, marilah kita menghilangkan dari benak kita perkiraan bahwa ramadhan hanya sekadar seremonial ritual agama yang di gelar lantaran budbahasa istiadat umat islam. Selepasnya, kita kembali kepada kemerosatan keyakinan dan moral yang sudah berlangsung sebelumnya dengan sangat parah dan rendah. Marilah kita mengakibatkan ramadhan sebagai pendidikan spiritual yang bisa membentuk kita sebagai manusia-manusia berkualitas di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wahai segenap kaum muslimin, bergotong-royong bulan suci ramadhan ini mengandung aneka macam pelajaran dan hikmah yang cukup banyak. Ibarat buah yang sudah ranum diatas pohonnya dan hanya tinggal menanti siapa yang tiba untuk memetiknya. Dalam goresan pena yang ala kadarnya ini, kami mencoba untuk menyuguhkan sebagian pelajaran dan hikmah bulan suci ramadhan bagi para pembaca yang budiman, dengan keinginan semoga Allah memberkati kehidupan kita dari waktu ke waktu yang kita lalui, sehingga kita menjadi semakin baik dan lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
1.Berpuasa
Berpuasa ialah syariat dahulu kala yang diwarisi oleh para nabi dan rasul hingga kepada nabi kita Muhammad shallahu ‘alihi wasalam. Berpuasa menyimpan keberkatan dan kemanfaatan yang banyak sekali, baik dari sisi agama maupun kehidupan. Oleh lantaran itu, islam mensyariatkan amalan yang mulia ini bukan hanya pada bulan suci ramadhan. Selain puasa ramadhan disana masih terdapat puasa-puasa yang lainnya, Ada yang wajib dan ada pula yang sunnah. Yang wajib, contohnya menyerupai puasa qadha`, puasa kaffarah, dan puasa nadzar. Adapun yang sunnah, contohnya menyerupai puasa nabi Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka, Puasa hari senin dan kamis, puasa hari-hari putih yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan limas belas dari setiap pertengahan bulan hijriyah dan lain sebagainya.
Berpuasa disyariatkan oleh Allah melalui Rosul-Nya ialah dalam rangka meningkatkan mutu ketakwaan kita. Disamping itu, berpuasa sanggup menghindarkan kita dari segala gejolak hawa nafsu dan syahwat yang menyesatkan. Singkatnya, dengan berpuasa, kita bisa menyelamatkan diri dari amukan api neraka. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya):
“Berpuasa itu ialah tameng yang dengannya seorang hamba bisa membentengi diri dari amukan api neraka”. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang selain keduanya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad yang hasan)
Ya, berpuasa ialah tameng yang membentengi kita dari amukan api neraka. Bagaimana tidak? Dengan berpuasa, kita telah menutup pintu-pintu syaithan yang berada dalam badan kita. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya):
“Sesungguhnya syaithan itu mengalir pada diri seorang anak Adam laksana aliran darah”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah radhiyallahu ‘anha)
Maka dengan berpuasa, kita telah menutup pintu syaithan untuk menyelusup ke dalam diri kita. Sebab kita telah meninggalkan makan, minum, dan syahwat kita selama berpuasa lantaran Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, (yang artinya):
“Setiap amalan anak Adam ialah untuknya kecuali puasa, lantaran bergotong-royong puasa itu ialah untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Dia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya lantaran Aku”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Wahai segenap kaum muslimin, ketahuilah, bahwa lambung yang penuh merupakan sarang syaithan yang paling kotor. Dari lambung yang penuh itu, beliau akan menarik hati seorang insan untuk durhaka kepada Allah. Seorang hamba yang lambungnya penuh mempunyai tenaga, kekuatan, daya, dan potensi yang cukup besar untuk berbuat apa saja. Maka syaithan memakai peluang emas ini untuk menggodanya biar memuaskan segenap hawa nafsu dan syahwat dunia yang diinginkannya tanpa harus memperdulikan syariat Allah. Oleh lantaran itu, barangsiapa yang ingin bisa mengendalikan aneka macam dorongan hawa nafsu dan syahwat kesenangan dunia yang sedang bergejolak ahli dalam dirinya, maka hendaklah beliau berpuasa. Maka dengan berpuasa, beliau akan terbebas dari segala seruan hawa nafsu dan syahwat yang bisa menjerongkokkannya ke dalam aneka macam lembah hitam yang rendah lagi nista. Termasuk syahwat dunia yang bisa beliau redam dengan berpuasa ialah syahwat terhadap wanita-wanita yang diharamkan atasnya. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya):
“Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu, maka hendaklah beliau segera menikah, lantaran yang demikian itu lebih menundukkan pandangannya dan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah beliau berpuasa, lantaran yang demikian itu buat dirinya ialah tameng”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Betapa banyak para laki-laki yang terjungkal ke dalam lembah neraka jahannam disebabkan oleh fitnah wanita. Intinya, bahwa berpuasa ialah senjata ampuh guna meredam dan mengendalikan hawa nafsu dan syahwat yang durjana. Jika kita telah mengetahui hal ini, maka berpuasa bukan hanya amalan rutinitas pada bulan suci ramadhan. Akan tetapi lebih daripada itu, berpuasa ialah kebutuhan rohani yang semestinya ditunaikan sesuai mekanisme syariat islam yang benar demi menggapai kebaikan dunia dan akherat, sehingga kita menjadi manusia-manusia yang lebih bertakwa dan berkualitas di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber http://www.teoripendidikan.com/
0 Response to "Hikmah Ramadhan Menyebabkan Insan Yang Bertaqwa"
Post a Comment