Contoh Karya Ilmiah Pendidikan 2019

Contoh Karya Ilmiah Pendidikan 2019 - Karya Ilmiah merupakan sebuah laporan tertulis dan diterbitkan yang memparkan hasil dari penelitian atau pengkajian yang telah di lakukan oleh seseorang atau tim dengan memenuhi kaidah dan susila keilmuan yang telah di kukuhkan.
Biasanya Karya Ilmiah dibentuk oleh mahasiswa tingkat akhir. Namun tak terkecuali untuk siswa yang mendapat kiprah sekolah dari gurunya untuk membuat sebuah Contoh Karya Ilmiah Pendididkan. Pada Kesempatan kali ini saya ingin membuatkan beberapa pola karya ilmiah yang bertemakan "Pendidikan".

Contoh Karya Ilmiah Pendidikan 2016

Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan


BAB I
    PENDAHULUAN

   
    1.1 Latar Belakang
    Globalisasi ialah suatu proses tatanan masyarakat yang populer diseluruh dunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya ialah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang risikonya hingga pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan menyerupai bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi ialah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan banyak sekali bentuk dan kepentingan sanggup tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh lantaran itu globalisasi tidak sanggup dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.
    Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melaksanakan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa aneh menyerupai bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata latih wajib sekolah. Selain itu banyak sekali jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka aktivitas kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia sanggup bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, contohnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja biar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
    Persaingan untuk membuat negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga sanggup masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya ialah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia ketika ini. Tidak sanggup kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk sanggup menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai pola untuk sanggup menikmati aktivitas kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diharapkan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya sanggup dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan karam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang sanggup menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah glamor di ketika masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini sanggup memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia kalau gejolak sosial dalam masyarakat akhir ketimpangan lantaran kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
   
    1.2  Rumusan Masalah
    Secara umum, rumusan masalah  pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini sanggup dirumuskan menyerupai pada pertanyaan berikut.
    a.        Apa dampak dari globalisasi untuk  dunia pendidikan?
    b.      Penyebab buruknya pendidikan di kurun globalisasi?
    c.       Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada kurun globalisasi?
   
    1.3  Tujuan
    1. Bagi Penulis
    Makalah ini disusun untuk memenuhi kiprah yang diberikan dosen dalam mata kuliah pengantar pendidikan. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa dipakai untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam lingkup universitas negeri malang maupun di civitas akademika yang lain.
    2. Bagi Pembaca
    Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang mayoritas dari kaula mahasiswa bisa dipakai untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.
    3. Bagi Masyarakat
    Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami perihal arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan biar realisasi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
   

    BAB II

    PEMBAHASAN
   

    2.1  Pengaruh  Globalisasi terhadap dunia Pendidikan
          Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak sanggup dilepaskan dari efek perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, lantaran terbuka peluang forum pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus sanggup meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki administrasi pendidikan biar lebih produktif dan efisien serta memperlihatkan susukan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan.
          Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari efek globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
   
    1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
   
    Pengajaran Interaktif Multimedia
                Kemajuan teknologi akhir pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berkembang menjadi pengajaran yang berbasis teknologi gres menyerupai internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau memakai suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, sanggup digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
                Dalam fenomena balon atau pegas, sanggup terlihat bahwa daya itu sanggup mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara perihal bagaimana daya sanggup mengubah bentuk sebuah objek tanpa pertolongan multimedia, para siswa mungkin tidak pribadi menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian perihal berguru melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil berguru yang lebih baik untuk tugas-tugas menyerupai mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
    Perubahan Corak Pendidikan
                Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, menyerupai IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melaksanakan perubahan. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi menyerupai internet sanggup membantu siswa untuk mengakses banyak sekali informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.
                Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan mencatat. Tetapi kini siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga bisa menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
     2. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
   
    Komersialisasi Pendidikan
              Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah dongeng perihal pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus mengambarkan bahwa mereka memperlihatkan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166). .
   
    Bahaya Dunia Maya
            Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan gampang juga sanggup memperlihatkan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang besar lengan berkuasa negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan menyerupai pedafolia, dan pelecehan seksual pun gampang diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang menyerupai viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 kemudian diberitakan salah seorang siswi Sekolah Menengan Atas di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang beliau kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses berguru mengajar.
    Ketergantungan
                Mesin-mesin pencetus globalisasi menyerupai computer dan internet sanggup menimbulkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses berguru mengajar tanpa pertolongan alat-alat tersebut.
   
    2.2 Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
    2.2.1 Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
                Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia ketika ini ialah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini sanggup terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI perihal jalur, jenjang, dan jenis pendidikan potongan kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak terang adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan insan yang sholeh yang berkepribadian sekaligus bisa menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,
sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berafiliasi dengan agama. Pembentukan aksara siswa yang merupakan potongan terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang kiprahnya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
            Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian akseptor didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan ringkih kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang berguru di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, lantaran tidak bisa terjun ke sektor modern.
2.2.2 Mahalnya Biaya Pendidikan
            Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin mempunyai pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan kini ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melaksanakan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha mempunyai susukan atas modal yang lebih luas. Hasilnya, sehabis komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah ialah orang-orang akrab kepada sekolah.
            Kondisi ini akan lebih jelek dengan adanya RUU perihal Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum terang mempunyai konsekuensi hemat dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara gampang sanggup melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik tubuh aturan yang sosoknya tidak jelas.
            Privatisasi atau semakin melemahnya kiprah negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar menyerupai pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
            Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah mempunyai otonomi untuk memilih sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, susukan rakyat yang kurang bisa untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak menurut status sosial, antara kaya dan miskin.
            Pendidikan berkualitas memang mustahil murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin susukan masyarakat bawah untuk mendapat pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak sanggup dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut.
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik menyerupai itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan ialah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan ialah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun aliran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.
2.2.3 Kualitas SDM yang Rendah
            Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh kalau dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India sanggup menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pelecehan seksual tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa kawasan di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan perihal kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, Sekolah Menengah Pertama dan SMU maupun Sekolah Menengah kejuruan untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi kiprah utama dari forum pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi kurun globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya insan dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diharapkan sumber daya insan yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
2.3  Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa dosis dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan mempunyai potensi yang sangat besar untuk memainkan kiprah dalam globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak hambatan dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini ialah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan pengutamaan pada pendidikan informal sebagai potongan dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak gampang melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, lantaran mendidik itu ternyata tidak gampang dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga bisa bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia kini ini ialah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan mustahil Indonesia juga bisa bangun kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.

    BAB III

      PENUTUP
   

    3.1 Kesimpulan
                Globalisasi ialah suatu proses tatanan masyarakat yang populer diseluruh dunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya ialah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang risikonya hingga pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia
    Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
    Pengajaran Interaktif Multimedia
    Kemajuan teknologi akhir pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berkembang menjadi pengajaran yang berbasis teknologi gres menyerupai internet dan computer.
    Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, menyerupai IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melaksanakan perubahan.
    Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
    Komersialisasi Pendidikan
                Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah dongeng perihal pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
    Bahaya Dunia Maya
                Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan gampang juga sanggup memperlihatkan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang besar lengan berkuasa negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan menyerupai pedafolia, dan pelecehan seksual pun gampang diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang menyerupai viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.
    Penyebab buruknya pendidikan di kurun globalisasi di indonesia ialah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan kemudahan pendidikan ang kurang, itu yang menjadikan pendidikan tidak berjalan dengan lancar
    Yang dibutuhkan Indonesia kini ini ialah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu
   
    3.2 Saran
    Penulis memperlihatkan saran yang ditujukan untuk
    a.       Masyarakat
    biar para orang renta memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan lancar
    b.      Pemerintah
    Pemerintah harus menggarkan danan yang cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah beasiswa bagi guru untuk training
    DAFTAR PUSTAKA
 [1] Asri B. 2008.  Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
 [2] Faizah, F. 2009.  Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan, (Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127), diakses 18 Oktober 2011.
[3] Munir.  2010.  Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
[4] Surya,  M. 2002.  Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat penerbitan Universitas Terbuka. Suryabrata, [5] S. 2010. Psikologi Kepribadian.  Jakarta: Rajawali Pers.
[6] Januar, I. 2006. Globalisasi pendidikan dI indonesia, (Online),                     (www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151), diakses 18 Oktober  2011.
[7] Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral (Online), (http://www.nu.or.i) diakses 18 oktober              2011.
Sumber http://www.teoripendidikan.com/

0 Response to "Contoh Karya Ilmiah Pendidikan 2019"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel